Minggu, 28 September 2008

Sertifikat Guru dalam Jabatan (Masalah dan Harapan)


Oleh : Satni Eka Putra, Dosen Unand/Mantan Kadisdik Sumbar

Berbagai upaya telah banyak dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan di Tanah Air. Salah satu upaya itu adalah dengan meningkatkan kualitas guru baik melalui penataran dan pelatihan maupun peningkatan strata pendidikan yakni D3, S1, D4 dan S2. Dengan peningkatan jenjang pendidikan ini diharapkan terjadi peningkatan kemampuan akademik dan kompetensinya.

Namun peningkatan kualifikasi akademik saja, tampaknya belumlah cukup jika tidak diiringi dengan peningkatan kesejahteraan berupa gaji yang pantas dan tunjangan profesi dan sebagainya. Dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional disebutkan bahwa pendidik (guru) adalah merupakan tenaga profesional (pasal 39) dan berhak memperoleh penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai (pasal 40). Status guru sebagai pendidik profesional itu juga dinyatakan lagi dalam Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2003 tentang Standar Nasional Pendidikan. Bahkan lebih lanjut dalam Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, pada pasal 2 dijelaskan lagi bahwa pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional itu dibuktikan dengan sertifikat pendidikan yang harus dimiliki oleh guru.

Guru yang telah memiliki sertifikat pendidikan inilah yang berhak memperoleh penghasilan diatas hidup minimal dan jaminan kesejahteraan sosial (pasal 14). Kesejahteraan itu meliputi gaji pokok, tunjangan fungsional, tunjangan profesi, dan tunjangan khusus. Besarnya tunjangan profesi adalah setara dengan satu kali gaji pokok (pasal 15 dan 16). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa peningkatan kesejahteraan guru masih dapat dilakukan dengan cara memiliki sertifikat pendidikan yang dapat diperoleh melalui sertifikasi guru dalam jabatan yang dilaksanakan oleh instansi yang berwenang, seperti Perguruan Tinggi dan Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP). Inilah angin segar yang berhembus di hadapan guru yang selama ini kesejahteraannya terpinggirkan, terlupakan bahkan terabaikan.

Di satu sisi kita terlalu banyak tuntutan terhadap guru, agar berdisiplin, agar berdedikasi tinggi, agar berkualitas, agar fokus pada tugas, dan sebagainya, sementara sisi kesejahteraannya sebagai tenaga profesional diabaikan. Inikah keadilan? Dengan adanya sertifikasi guru ini dan pengakuan statusnya yang berdasarkan hokum kuat yaitu undang-undang, para guru menyambut dengan antusias yang tinggi, mereka kembali bersemangat dan termotivasiserta percaya diri, ke depan akan ada titik terang menyinari dapurnya. Sepintas kelihatannya pekerjaan sebagai guru tampaknya begitu mudah, sederhana dan ringan. Apalah beratnya pagi pergi ke sekolah, ngomong-ngomong dengan murid, siang pulang dan selesai. Sesederhana itukah tugas guru? Adalah naif kalau ada yang beranggap demikian. Tugas guru itu cukup berat dan kompleks tapi hasilnya tidak kelihatan nyata segera dan mereka perlu konsentrasi dengan dedikasi serta penuh tanggung jawab.

Tugas guru tidak hanya berdiri dimuka klas berhadapan dengan murid mentransfer ilmu sembari mendidik kepribadian dan membentuk moral, akhlak, dan budi pekerti anak didik, tetapi di luar kelas, jauh sebelum dan sesudah jam pelajaran usai. Sebelum mereka dapat tampil prima di ruangan klas, mereka terlebih dahulu haruslah merencanakan dan menyiapkan bahan pelajaran, melakukan evaluasi dengan menyiapkan soal dan instrumen dan instrumen kita memeriksanya, mengisi rapor, membuat laporan kemajuan siswa dan sebagainya. Untuk menambah ilmu dan pengetahuan yang selalu berkembang mereka haruslah juga mengikuti berbagai penataran, pelatihan, seminar, lokakarya atau diskusi dalam forum MGMP, membaca buku atau media informasi lainnya. Belum lagi menghadapi anak-anak yang bandel atau orangtua murid yang egois yang selalu ngotot agar anaknya tetap naik kelas atau lulus ujian.

Semua itu memerlukan pemikiran dan energi, semua itu memerlukan biaya yang harus berebut kepentingan dengan kebutuhan rumah tangga yang bersumber dari satu sumber yaitu gaji yang tak seberapa. Karena itulah dengan adanya sertifikasi guru ini, merupakan angin segar bagi mereka dimana dengan memiliki sertifikat pendidikan, menunjang kegiatan pokoknya.

Masalah

Sebagaimana kegiatan sektor lain, setiap sesuatu untuk mencapai peningkatan itu, termasuk dalam rangka peningkatan kesejahteraan melalui sertifikasi. Masalah yang dihadapi dalam proses sertifikasi ini antara lain: Pertama apakah semua guru telah memiliki kualifikasi S 1/D IV? ternyata, belum seluruh guru berkualifikasi S 1 atau D IV sebagai salah satu persyaratan dalam sertifikasi. Akibatnya tentulah dalam waktu yang agak panjang akan terjadi dua macam status guru yaitu yang bersertifikat dan yang tidak bersertifikat. Oleh karena itu guru-guru yang belum S 1 dan D IV haruslah segera melanjutkan pendidikan apakah ke LPTK atau UT dan sebagainya yang relevan. Namun tentu saja hal ini tak mungkin lagi dilakukan oleh guru yang hampir mendekati pensiun, jangan jangan kuliah belum selesai, masa pensiun sudah datang.

Bagi yang masih muda masih bisa melanjutkan pendidikan ke S1, bagaimana pula dengan tugas mengajarnya? Apalagi kalau tempat tugas dengan tempat kuliah berlainan kota. Ke dua, sudah cocoklah mata pelajaran yang dibinal diajarkan di kelas dengan Program Studi/Jurusan yang didapat guru dulu diwaktu mereka kuliah? Ternyata juga masih ada guru mengajar mata pelajaran yang tidak relevan dengan ijazahnya. Umumnya ini terjadi di daerah-daerah terpencil akibat kekurangan guru, lebih-lebih sejak reformasi atau otonomi daerah sangat sulit memindahkan guru antarkota atau kabupaten dan provinsi. Mudah-mudahan dengan pengangkatan guru (PNS dan GB) yang cukup banyak 2 tahun terakhir ini sudah dapat diatasi.

Ke tiga, sudah mengertikah semua guru apa hakekat sertifikasi, bagaimana proses dan mekanismenya dan apa yang perlu disiapkan? Ternyata dalam pengisian Portofolio sebagai salah satu instrumen sertifikasi saja, banyak yang tidak lolos. Masalah timbul karena bahan yang akan diisikan dalam Portofolio itu tidak lengkap, bahkan tak ada, antara lain yang sulit bagi guru adalah komponen RP/RPP/PP, prestasi akademik, karya pengembangan profesi yang meliputi penelitian tindakan kelas, publikasi ilmiah dan sebagainya dan semua itu lengkap dengan bukti fisik yang harus dilampirkan.

Ke empat, bagi yang tidak lulus dalam penilaian Portofolio karena komponennya tak terisi dan tidak mencapai angka minimal yang ditetapkan disebabkan tidak ada kegiatan akademik lain selain mengajar dari pagi sampai sore (karena mungkin mengajar di tempat lain atau bisnis kecil untuk menambah penghasilan) atau bukti fisik tidak ada karena tak terbiasa mem-file dukumen atau karangan ilmah tidak ada karena tak terbiasa menulis, atau penelitian karena tidak bisa karena tamatnya dulu dengan program jalur non skripsi dan sebagainya.Terhadap mereka yang tidak lolos ini diharuskan mengikuti diklat selama lebih kurang dua minggu yang diakhiri dengan ujian. Jika tidak lulus, ulang lagi sampai dua kali, kali ketiga jika tidak lulus dikembalikan ke dinas, kemungkinan mereka tidak dibolehkan mengajar lagi, berubah status menjadi pegawai administrasi.

Harapan

Harapan kita adalah agar pemerintah betul-betul konsekuen dan taat azas, maksudnya bagi mereka yang telah lulus sertifikasi atau memperoleh sertifikat pendidikan itu, betul-betul dalam waktu yang tidak begitu lama maka haknya sebagai tenaga pendidik profesional segera dibayarkan. Sementara itu, kalaulah tidak bisa sekaligus dilakukan sertifikasi untuk semua guru di Republik ini, hendaknya setiap tahun kuotanya ditingkatkan sehingga waktu tunggu untuk penuntasannya jangan terlalu lama. Dengan demikian dari dimensi ini dapat digenjot kualitas dan produktivitas pendidikan kita.

Saran

Di akhir tulisan ini disarankan agar sosialisasi dan bimbingan sertifikasi lebih intensif dan merata lagi, tidak saja oleh instansi/ lembaga pendidikan pemerintah tapi juga dapat dilakukan oleh lembaga masyarakat yang bergerak di bidang yang relevan. Kedua, dinas pendidikan dan sekolah memberikan peluang dan kemudahan bari guru untuk melanjutkan pendidikan dan melakukan kegiatan-kegiatan akademik lainnya di luar kegiatan PMB sehari-hari. Dan terakhir bagi yang belum lulus pada penilaian portofolio atau belum mendapat sertifikat pendidikan, jangan patah semangat, masih ada kesempatan tahap berikutnya yaitu mengikuti diklat, ikutilah dengan sungguh-sungguh dan kosentrasi di sana, mudah-mudahan perjuangan anda berhasil dan secara tidak langsung mutu pendidikan kita meningkat. Semoga. (***)